HATINYA ISLAM - RIZKI kita dijamin Allah. Tapi,
sekalipun demikian, masih banyak orang yang menggunakan cara-cara haram
dalam mencarinya. Tak sedikit di antara kita sering mengucapkan,
“mencari yang halal saja susah, apalagi yang haram.” Kadangkala,
pernyataan seperti ini tak hanya sebatas di mulut, bahkan sudah menjadi
bagian dari hidupnya sehingga tak pernah memiliki sikap kehati-hatian
dalam urusan mencari rizki.
Bagaimanapun,
Islam mengajarkan umatnya mencari rizki yang halal, betatapun susahnya.
Mestinya, kita ingat pesan Rasulullah SAW ini: ”Janganlah kalian malas
mencari rizki, karena sesungguhnya seorang hamba itu tidak akan
meninggal dunia sebelum rizki terakhir yang menjadi miliknya sampai
kepadanya. Berusahalah dengan baik, mengambil yang halal dan
meninggalkan yang haram." (HR Baihaqi dan Hakim).
Seorang
mukmin wajib mencari rizki dengan cara terhormat. Ia harus yakin dengan
kemurahan Allah. Pesan Nabi SAW soal rizki yang harus kita cari dengan
cara yang baik selaras dengan ajaran Allah.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah
Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu. Maka, berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya.” (QS Al-Mulk [67]:
15).
وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ حَلاَلاً طَيِّباً وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِيَ أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ
“Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.” (QS. Al Maidah 5:88 )
Allah
meminta kita untuk mengumpulkan harta dengan cara yang halal, lalu
membelanjakannya dalam hal yang halal pula. Kelak, dari mana harta kita
peroleh dan untuk apa digunakan harus kita pertanggungjawabkan.
Ketahuilah, pada hari kiamat nanti kedua telapak kaki seorang hamba
tidak akan beranjak sebelum dia ditanya tentang lima hal; tentang
usianya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa dilewatkan,
tentang ilmunya untuk apa diamalkan, tentang hartanya dari mana
didapatkan serta untuk apa dibelanjakan, dan tentang waktunya untuk apa
digunakan.
Allah
itu MahaBaik dan hanya mau menerima yang baik-baik saja. Maka, siapa
yang mengumpulkan harta dari yang halal, kemudian dia belanjakan untuk
hal-hal yang halal, dia adalah orang yang pantas selamat dan bahagia.
Sebaliknya, siapa yang menghimpun harta dari yang haram, dia adalah
orang yang pantas mendapat balasan siksa kendatipun ia membelanjakannya
untuk kebaikan-kebaikan.
Seorang
mukmin harus yakin pada karunia Allah. Maka, kita harus selektif dan
berhati-hati dalam mencari rizki. Islam melarang mencuri, merampas hak
orang lain, menipu, curang, dan terlibat suap-menyuap. Islam
mengategorikan setiap harta yang diterima tanpa melalui cara-cara yang
dibenarkan syariat sama dengan memakan harta dengan bathil.
Menentukan ‘Wajah’ dan menghalangi Doa
Allah
itu MahaBaik, dan hanya mau menerima yang baik-baik saja. Maka,
tinggalkanlah yang haram! Barangsiapa memakan yang haram, maka doanya
tidak dikabulkan selama empat puluh hari. Itu pesan Nabi kita.
Rasulullah
SAW menceritakan tentang seorang pengembara berambut kusut dan dengan
wajah bersimbah debu yang makanannya haram, pakaiannya haram, rumahnya
haram, dan yang dibawanya juga haram. Ia berdoa, “Yaa Allah, Yaa Allah,”
agar diperkenankan doanya. Namun, bagaimana doa itu akan dikabulkan
Allah, sementara yang dikonsumsinya adalah makanan haram?
Umar
bin Khaththab RA mengatakan: Pada Perang Khaibar, beberapa sahabat Nabi
SAW muncul dan berkata, ”Si Fulan gugur sebagai syahid, dan si fulan
gugur sebagai syahid”. Lalu, mereka menyebut seseorang dan berkata,”Si
Fulan juga gugur sebagai syahid”. Nabi SAW bersabda, “Sekali-kali tidak,
karena sesungguhnya aku melihatnya berada di neraka gara-gara mantel
yang dicurinya dari harta ghanimah sebelum dibagikan.”
Hari
ini, bangsa kita diguncang penyakit korupsi. Kata lain praktik
pencurian yang dilakukan para pejabat di berbagai instansi. Kita semua
sering mengecam perilaku ini. Sayang, kadang, secara tak terasa, kita
sudah mempraktikkannya secara kecil-kecilan.
Misalnya,
minta bon kosong agar bisa memark-up uang perusahaan, mengurangi
timbangan, mencuri bensin, korupksi waktu, bekerja di tempat-tempat yang
mendukung maksiat dll.
Bagaimanapun,
jika kita bekerja dengan tidak baik atau di tempat tidak baik, peluang
rizki tidak halal kemungkinan kita peroleh.
Karena
itu, carilah makanan yang halal dan dari usaha yang diridhai-Nya,
supaya Allah berkenan menerima amal dan mengabulkan doa kita.
Cermatilah ini: Sa’ad bin Abi Waqqash RA datang menemui Nabi SAW dan berkata: ”Wahai Rasulullah SAW, tolong berdoalah kepada Allah SWT agar Dia berkenan menjadikan aku orang yang doanya dikabulkan”. Nabi SAW bersabda: “Wahai
Sa’ad, makanlah yang halal-halal, niscaya doamu dikabulkan.
Sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang bertakwa seperti yang
Dia perintahkan kepada para Rasul.”
Allah sangat menganjurkan umat Islam mencari makanan yang baik-baik dan halal saja.
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
”Hai
Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal
yang shalih. Sesungguhnya Aku MahaMengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mu’minun [23]: 51).
Perintah
Allah di atas itu sangat penting, antara lain karena mengandung hikmah.
Sebab makanan berpengaruh dominan bagi orang yang mengomsumsinya.
Syeikh
Shalih bin Fauzan al-Fauzan, pernah mengatakan, makanan (yang halal
maupun yang haram), tak hanya berpengaruh kepada hati dan perilaku
individu saja tapi juga berefek kepada masyarakat.
Masyarakat
yang mengonsumsi makanan halal dan didominasi kejujuran dalam
bermuamalah, maka warganya akan tumbuh menjadi sebuah komunitas yang
bersih, saling menolong, dan kokoh.
Sementara,
masyarakat yang terbelit praktik risywah (suap-menyuap) atau korupsi,
tipu-menipu dan tersebarnya makanan yang haram, akan menjadi komunitas
yang ternoda, tercerai-berai, individualistis, tak mengenal kerjasama
untuk saling menolong, hina di mata masyarakat lain, dan juga menjadi
ladang subur berkembangannya sifat-sifat buruk lainnya.
Makanan-makanan yang buruk bisa merusak tabiat manusia.
Menurut
Ibnu Taimiyyah (majmu’ Fatawa 10/21), Allah mengharamkan
makanan-makanan yang buruk lantaran mengandung unsur yang menimbulkan
kerusakan, baik pada akal, akhlak maupun aspek lainnya. Keganjilan
perilaku akan nampak pada orang-orang yang menghalalkan makanan dan
minuman yang haram, sesuai dengan kadar kerusakan yang dikandung makanan
tersebut.
Selain
itu, makanan juga mempengaruhi doa kita dikabulkan atau tidak. Semakin
banyak masuk makanan haram dan riba, semakin kecil doa kita diterima.
Rasulullah berkata, “Wahai
Sa'ad, perbaikilah (murnikanlah) makananmu, niscaya kamu menjadi orang
yang terkabul do'anya. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya.
Sesungguhnya seorang hamba melontarkan sesuap makanan yang haram ke
dalam perutnya maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama empat
puluh hari. Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka api
neraka lebih layak membakarnya.” (HR. Ath-Thabrani)
Jadi,
berhati-hatilah! Marilah kita mencari rizki yang halal dan dengan cara
halal pula. Selain itu, marilah sebagian rizki yang halal tadi kita
belanjakan untuk mendapatkan makanan yang halal dan baik.*
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !